Malam itu hujan turun dengan derasnya. Seorang gadis sedang merenung dipinggir bingkai jendela kamarnya. Ya, itulah gadis yang belakangan ini tak tahu kenapa ia selalu ditimpa nasib sial. Vida, itulah namanya. Ia seorang remaja lima belas tahun yang tinggal di kota Solo. Ia masih duduk di bangku SMA. Mungkin para pembaca akan berpikir tentang nasib sial apa saja yang telah menimpa dirinya. Beberapa diantara kalian pasti ada yang berpikiran bahwa nasib sialnya berhubungan dengan cowok, seperti masalah kebanyakan gadis remaja lainnya. Namun ia berbeda, ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan kata “cowok”.
Nasib sial yang pertama adalah tragedi hilangnya smartphone yang ia miliki. Ya, walau itu pun ia miliki bekas dari kakaknya. Anak remaja di Indonesia kalo tak punya smartphone bisa dibilang gak gaul lah, gak ngikutin trend lah, atau segala macam. Begitupun dengan Vida. Ia sangat berkabung saat tragedi ini terjadi. Walau bisa dibilang ini semua adalah masalah “hubungan sebab-akibat”. Sebabnya adalah kecerobohannya, dan akibatnya adalah, ya tragedi itu sendiri. Yang begitu ia sedihkan adalah ia baru menikmati smartphone tersebut selama satu bulan. Sungguh kisah tragis untuk kehidupan seorang gadis remaja zaman sekarang yang sangat mengedepankan teknologi.
Mungkin selanjutnya bukan ia yang tertimpa sial, namun tak jauh darinya, kakaknya yang tertimpa sial. Beberapa waktu yang lalu kakaknya mengalami kecelakaan dengan motornya, walau itu terjadi bukan karna kesalahan kakaknya namun teman kakaknya yang mengendarai motor tersebut. Untung nyawa kakaknya dan teman kakaknya masih selamat. Tuhan masih mencintainya.
Belum lama setelah sekian tragedi yang Vida alami, disinilah dimulai tentang kisah tersebut.
Pagi itu seperti biasa, Vida bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia menyiapkan segala sesuatu yang harus ia bawa ke sekolah. Pada pagi itu belum ada firasat sedikitpun tentang kejadian yang akan ia alami selanjutnya. Ia berangkat ke sekolah dengan mengendarai skuter merahnya sambil mengenakan helm putih kesayangannya.
Semua hal di sekolah ia alami seperti biasa, tak ada yang aneh. Hingga suatu saat waktu bel pulang berbunyi. Teman-temannya mengajaknya untuk berdiskusi tentang desain jaket almamater kelasnya yang akan segera diproduksi. Dengan berbagai pendapat dan perdebatan, akhirnya diputuskan suatu keputusan. Lalu mereka pun mengajak vida untuk ikut ke tempat produsen jaket yang berada di dekat daerah Manahan. Junko, ya itulah nama tempat produsen jaket yang akan mereka datangi. Tanpa berpikir panjang, Vida menerima ajakan tersebut.
Vida menuju ke tempat parkir di sekolahnya bersama teman-temannya yang lain. Hingga detik itu tak ada firasat apapun yang menunjukkan akan terjadi sesuatu padanya atau pada apa yang dimilikinya. Dengan percaya diri ia mengendarai skuternya dengan mengenakan helm putih kesayangannya dan memboncengkan temannya, Tania. Di tengah jalan, saat berhenti di perempatan jalan karena lampu rambu-rambu lalu lintas menyala merah, tanpa niat apapun, seorang temannya mencoba mengusilinya dengan menyentuh helmnya dan berkata sesuatu tentang helmnya. Namun Vida tak menganggap bahwa itu adalah firasat akan terjadi sesuatu terhadap helm kesayangannya.
Lampu lalu lintas berganti hijau, Vida segera menancap gasnya dan melanjutkan perjalanan. Akhirnya sampailah mereka di tempat yang mereka tuju. Tempat itu lumayan ramai, oleh karena itu mereka harus mengantri. Setelah mengantri sekian menit, mereka segera membicarakan tujuan mereka datang ke tempat tersebut. Dengan sedikit bersenda gurau, Vida dan teman-temannya mendiskusikan desain jaket yang akan mereka pesan dengan salah seorang pegawai produsen jaket tersebut. Hingga akhirnya diputuskan warna jaket tersebut adalah biru tua dan putih.
Setelah membayar uang muka sejumlah sekian ratus ribu, Vida dan teman-temannya segera bergegas pulang. Namun apa yang terjadi, saat mereka keluar tiba-tiba Vida menjerit, “Aaaaa! Dimana helmku? Tadi aku taruh disini. Kemana? Tadi ada ya Allah.” Setelah mendengar jeritannya tersebut, semua temannya yang berada di tempat itu dengan spontan kaget dan berkata, “Kamu yakin tadi helmmu kamu taruh disini? Nggak kamu bawa masuk?” Vida sangat shock, ia langsung menangis mengetahui apa yang telah terjadi pada helmputih kesayangannya.
Tetapi sedikit nasib baik masih berpihak padanya, seorang pemilik laundry yang berada disamping Junko berbaik hati untuk meminjamkan helm agar Vida dapat pulang ke rumah. Dengan sedikit rasa malu akan kecerobohannya mengapa helm tersebut tadi tidak ia bawa masuk, ia menerima kebaikan hati pemilik laundry tersebut. Ia pulang dan melaporkan kejadian tersebut kepada ayahnya. Untung ayahnya masih berbaik hati mau membelikan helm baru untuknya.
Entah ada apa di balik semua ini, namun gadis remaja ini merasa bahwa keberuntungan tidak sedang berpihak padanya belakangan ini. Ia merasa dirinya harus lebih berhati-hati dalam melakukan sesuatu.
io.production